Ada satu wajah familiar dalam gelaran Energen Champion Student Athletics Championships (SAC) Indonesia - West Java Qualifiers. Sosok tersebut adalah Ernawan Witarsa. Sprinter legendaris Indonesia yang mendunia. Pelari cepat di Olimpiade 1984 di Los Angeles itu terlihat hadir di GOR Arcamanik, Bandung. Ia bertugas sebagai NTO starter dan lintasan. 

Meskipun sudah pensiun sebagai pelari, Ernawan masih aktif di Pengprov PASI Jawa Barat (Jabar). Juga menjadi pelatih atletik Jabar. Ketika ada gelaran Energen Champion SAC Indonesia, Ernawan mengungkapkan rasa senangnya. “Akhirnya makin banyak kompetisi atletik yang digelar setelah pandemi Covid-19,” katanya.

Ernawan Witarsa yakin banyak bakat tersembunyi di Jabar. Apalagi di tingkat sekolah. Hanya saja mereka belum punya kesempatan untuk berkompetisi dan latihan. Apalagi dua hingga tiga tahun tak ada kegiatan karena Covid-19. Kosong. Dengan adanya Energen Champion SAC Indonesia, Ernawan berharap ada bibit-bibit atletik yang muncul.

“Makin afdalnya jika diadakan event di tingkat kabupaten maupun kota terlebih dahulu. Kalau di kabupaten ada sebelum event ini, pasti nanti akan lebih meriah lagi. Anak-anak juga lebih bersiap. Meskipun yang (pesertanya) baru-baru gitu juga enggak masalah. Dan lebih menjangkau semuanya,” kata Ernawan. 

Kompetisi tingkat pelajar memang sangat dibutuhkan. Utamanya yang menyasar sekolah. Jadi tidak hanya sampai klub saja. Di sisi lain, agar tercipta regenerasi di nomor-nomor tertentu. 

"Kalau kompetisi itu jadwalnya sudah pasti. Mereka akan bersiap. Targetnya itu ada," lanjutnya.

BACA JUGA: 32 Delegasi West Java Qualifiers Siap Bersaing di National Championship

Atletik akan digemari jika lebih banyak kompetisi diselenggarakan. Begitu menurutnya. Seperti kisah Ernawan dulu. Yang langsung kesemsem dengan cabor ini karena banyaknya kompetisi. 

“Dulu saya di sepak bola. Tetapi dulu jarang ada kompetisi olahraga permainan. Saya juga jarang dipake main dalam tim. Lalu muncul POPSI. Dulu itu Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia. Ikutlah saya di nomor lari. Akhirnya menangan, ya sudah saya langsung cinta,” katanya.

Pada usia 16 tahun, Ernawan sudah mewakili Indonesia di Seoul Junior Open. Tepatnya pada 1982. Setelah pulang, ia langsung dipanggil untuk masuk ke pelatnas. “Tetapi saya waktu itu nggak berangkat. Karena lebih mementingkan sekolah. Akademik dulu lebih menjanjikan. Dan pelatihan dulu nggak sebagus sekarang,” katanya. 

BACA JUGA: Icha Indriana dari SMAN 1 Sukabumi Juara Sprint 100 Meter Putri

Ernawan kembali mendapat panggilan di tahun 1984. Untuk mengikuti Olimpiade di Los Angeles. Saat itu usianya masih 18 tahun. Ia menjadi yang termuda dari kuartet Indonesia untuk nomor estafet. Yakni Purnomo, Christian Nenepath dan Johanes Kardiono.

“Saya ikut, karena kapan lagi nih. Terus kita sampai semifinal waktu itu,” ungkap Ernawan hampir meneteskan air mata. 

Ernawan Witarsa sangat ingin kejayaan Indonesia di atletik kembali terulang. Ia berpesan pada atlet-atlet muda saat ini untuk terus konsisten berlatih. Memperhatikan gaya hidup. Juga pendidikan akademik. 

“Ya mudah-mudahan dengan adanya SAC ini, ke depannya, atletik di Indonesia bisa tumbuh pesat dan berkembang lagi. Kompetisi seperti ini juga harapannya semakin banyak,” tuturnya. (*)

Populer

Lempar Cakram: Pengertian, Sejarah, Teknik Dasar, Aturan dan Manfaat
Tiga Jenis Start dalam Olahraga Lari
Apa Itu Pace dalam Olahraga Lari?
Pengertian, Sejarah, dan Jenis Cabang Atletik
Lari Jarak Menengah: Pengertian, Sejarah, Teknik Dasar dan Manfaat