Suryo Agung Wibowo bertugas menjadi tim pemanduan bakat dari PB PASI di Energen Champion SAC Indonesia
“Kenapa kok nggak dari dulu sih?,” kata Suryo Agung Wibowo, penasaran. Wajahnya serius. Sorot matanya juga tajam. Ia melontarkan ucapan itu sungguh-sungguh. Sembari memainkan meteran pengukur tinggi badan yang digenggamnya.
Kalimat tersebut muncul saat Suryo ditanya soal penyelenggaraan Energen Champion Student Athletics Championships (SAC) Indonesia. Sebuah kompetisi atletik pelajar paling akbar se-Tanah Air. Yang diadakan oleh Energen Champion. Dan bekerja sama dengan DBL Indonesia. Juga menggandeng Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI). Dalam kompetisi ini Suryo bertugas sebagai tim pemanduan bakat. Ia adalah anggota komisi pembibitan.
“Ya maksudku ini itu suatu terobosan yang bagus. Aku yang dari bagian pembibitan itu jadi senang. Adanya kompetisi seperti ini yang menjadi salah satu mimpiku. Karena akan banyak anak bangsa yang masuk ke sini. Tahun pertama ini kan sudah berjalan. Aku berharap tahun depan akan ada lagi,” katanya.
Suryo percaya. Makin banyak daerah akan serius menghadapi kompetisi ini. Tidak secara langsung memang. Tetapi perlahan. “Guru olahraga itu akan tahu, ‘Oh SMA ini juara’. Otomatis gurunya ingin mempertahankan. Nah, tetangganya di sekolah lain akan ikut terpacu juga dong. Pengen juara tentunya. Pasti langsung melatih anak didiknya.”
Jarang event adalah salah satu problem atletik di Indonesia. Ada pun biasanya sekali dalam setahun. Oleh karena itu, saat menghadiri closing ceremony Energen Champion SAC Indonesia - Yogyakarta Qualifiers, Ketua PB PASI, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Kejuaraan Nasional Atletik akan diadakan dua kali setahun.
“Anak-anak latihan itu butuh kompetisi. Bukan semata-mata untuk juara ya. Untuk pelatihnya juga. Jadi bagaimana progress latihan anak-anak ini. Sehingga pelatih akan mengetahui apa yang kurang. Butuh dimodifikasi seperti apa lagi nih program latihannya. Jadi, aku berharap ini (Energen Champion SAC Indonesia) nggak berhenti,” imbuh Suryo.
Sedikitnya event untuk atletik dampaknya juga besar. Anak-anak yang berbakat di cabang olahraga dengan 48 nomor itu fokusnya teralihkan. Ada yang mencari hobi baru. Ada juga yang move on ke olahraga permainan.
“Anak-anak akhirnya cenderung ke (olahraga) permainan, karena itu menyenangkan. Tapi perlu diingat, kalau olahraga individu itu memuaskan,” imbuhnya.
Suryo tak membantah saat cabang olahraga favoritnya itu dianggap menjemukan. Ia bahkan pernah merasa hal serupa. “Tapi kamu harus punya hobi untuk menangani itu. Kamu harus punya sesuatu buat release kejenuhan itu. Semua hal pasti ada jenuhnya. Release-nya mudah. Lu mau main musik, lu mau nge-band, masak, monggo. Tapi harus positif,” katanya.
Suryo Agung Wibowo adalah sprinter kebanggan Indonesia. Di usianya yang menginjak 39 tahun, ia sudah mondar-mandir di kompetisi atletik dunia. Hingga menyandang gelar sebagai pria tercepat di Asia Tenggara. Catatan waktu terbaiknya di nomor 100 meter adalah 10,17 detik. Tepatnya saat SEA Games 2009.
Uniknya, Suryo tak bercita-cita menjadi atlet atletik. Maunya jadi pemain bola. Terjun ke atletik pun tak sengaja. Bakat lari yang terpendam dalam diri Suryo terlihat saat ia juga meniti karier.
“Aku dulu diutus sekolah untuk lompat tinggi di kejuaraan kota. Di saat yang bersamaan aku masih latihan dan mengejar karierku di sepak bola. Tapi aku juara lompat tinggi terus waktu itu. Nah, sewaktu ada gelaran Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA), aku dipanggil sama Dispora Solo. Disuruh milih antara lompat tinggi atau sepak bola,” terangnya.
“Karena aku gagal masuk seleksi Persis Solo dan satu kejuaraan bola yang lain, aku nggak mau gagal lagi. Akhirnya pilih lompat tinggi. Dalam suatu kesempatan, aku berlomba dengan juara bertahan sprint di wilayahku. Ternyata tiga kali lomba aku yang menang. Dari situlah, perjalananku di atletik nomor lari dimulai.”
Gagal masuk keluarga Laskar Samber Nyawa tak mematahkan semangatnya. Meskipun mimpinya menjadi pesepakbola sekarang sudah terwujud, ia masih mengabdi penuh di dunia yang membesarkan namanya.
“Sekarang Energen Champion SAC Indonesia sudah ada di sembilan titik. Nah, aku berharap ke depannya lebih banyak lagi. Karena kita punya 34 provinsi. Di luar sana pasti ada anak yang bakatnya masih belum ketahuan,” pungkasnya. (*)