Menjadi seorang atlet bukan berarti harus meninggalkan pendidikan. Begitu lah nasihat penting dari Serafi Anelies Unani. Sosok kebanggaan Indonesia yang telah menyabet medali emas di SEA Games 2011 di Jakarta-Palembang. Dia adalah pemegang gelar “perempuan tercepat di Asia Tenggara.”
Sprinter berdarah Papua itu tidak hanya melihat latihan fisik sebagai pokok penting yang harus dilakoni student athlete. Menekuni pelajaran akademik juga punya pengaruh besar. Terutama untuk melatih diri disiplin dan bertanggung jawab.
Serafi menyerap pelajaran penting itu dari sang ayah, Johan Unani. Ketika akan mengikuti ASEAN School Games di Malaysia, nilai milik Serafi, yang saat itu bersekolah di SMP Petra 2 Surabaya, sempat jeblok. Membuat Johan langsung memberi ultimatum pada anaknya.
“Papa bilang, kalau nilai kamu tidak bagus, kamu tidak boleh ikut ASEAN School Games. Dulu saya sempat mikir papa saya jahat banget. Masa anaknya mau ikut kejuaraan bergengsi kok dilarang. Tapi sekarang saya mengerti maksud Papa,” ungkap Serafi.
“Papa juga bilang, kalau kamu bisa jadi juara harusnya kamu bisa naik kelas. Kalau kamu bisa sampai limit latihanmu, harusnya kamu juga bisa kejar limit naik kelas. Jadinya kalau saya mau ikut kompetisi, nilai saya tidak boleh jelek. Dorongan seperti itu bagus.”
Berkat doa, latihan, kerja keras dan nasihat orang tua, Serafi Unani bisa menjadi sebesar ini. Menurutnya, menjadi seorang student athlete memang butuh pengorbanan. Plus harus juga pandai mengatur waktu. Terutama untuk latihan fisik dan bersekolah. Tidak ada yang instan. Tetapi hasil yang dipetik akan sangat menawan nantinya.
“Menurut saya jadi student athlete tidak bisa kosongan. Harus belajar dan latihan. Karena belajar itu pakemnya. Kita harus jadi atlet yang berilmu. Karena dengan belajar, kita juga melatih diri kita untuk menerima teknik di Atletik,” sambung Serafi.
Keinginan menjadi seorang atlet muncul saat Serafi menonton sprinter Indonesia, Yanes Raubaba di Pekan Olahraga Nasional (PON) XV 2000 di Surabaya. Tapi dia tak benar-benar langsung latihan pada saat itu. Bahkan Serafi juga belum paham sebutan seorang pelari adalah sprinter.
“Tapi dulu papa saya kan pemain Persebaya. Waktu beliau latihan di lapangan, saya sering ikut. Jadi saya hanya sekadar lari-lari saja. Nah kebetulan waktu di sekolah itu ada guru olahraga yang mungkin melihat bakat saya,” ungkap Serafi.
Oleh sang guru, Serafi mulai diikutkan berbagai event atletik. Dia juga menjajal sprint 100 meter dan berhasil naik podium. Serafi mendulang emas pertamanya di kompetisi antarpelajar di Nganjuk. Saat itu dia masih duduk di kelas VII di SMP Petra 2 Surabaya.
Prestasinya makin tak terbendung ketika ia mengenyam pendidikan di SMA Petra 3 Surabaya. Saat kelas X, dia kembali menyabet medali emas lari 100 meter dalam sebuah kejuaraan di Thailand. Setahun kemudian, dia menguatkan gelar dalam Kejuaraan Nasional Atletik di Jakarta. Hingga sukses menggondol medali emas lari 100 meter.
Kedengarannya memang mudah dicapai. Tetapi Serafi mengakui bahwa menyelam ke dunia Atletik membuat dirinya kehilangan masa muda. Namun dia tak menyesal. Serafi merasa menjadi seorang atlet adalah hobi. Meskipun awalnya ia merasa kesulitan untuk membagi waktu antara sekolah dan latihan.
“Dulu sekolah masuk jam 7, akhirnya latihannya ya jam 5 pagi. Kalau tidak bisa latihan pagi, sore latihan. Yang paling penting itu belajar komitmen. Ya namanya juga anak sekolah. Pengennya senang-senang,” katanya.
Ada juga masa Serafi ingin berhenti. Tepatnya ketika dia cedera cukup parah pada tahun 2015. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) itu akhirnya memutuskan rehabilitasi total. Inilah periode yang sulit. Serafi sempat putus asa.
Namun semangatnya kembali lagi. Karena proses rehabilitasinya menunjukkan banyak kemajuan. Saat itu Serafi juga menemukan orang-orang terbaik dalam hidupnya. Yang menemani dia ketika terpuruk atau bahagia. Orang-orang itu lah yang membuat Serafi kembali bangkit lagi.
Serafi berpesan. Kalah dalam kompetisi itu hal biasa. Menurutnya, manusia akan belajar lagi untuk memperbaiki diri ketika kalah. Apalagi saat menang. Justru belajarnya lebih sulit lagi. Karena manusia itu harus mempertahankan gelar juaranya. “Nikmati saja prosesnya, nanti pasti ada waktu untuk bersinar,” katanya.
“Makanya saya sangat mendukung Student Athletics Championships (SAC) Indonesia ini. Saya kan juga jebolan student athlete. Pernah ikut kompetisi pelajar. Jadi, ayo kita sama-sama mencari bibit atletik itu. Kita didik dan beri wadah. Karena banyak anak muda Indonesia yang berpotensi sebetulnya tapi tidak diarahkan dengan baik," pesan Serafi.
Dalam SEA Games 2011, Serafi Anelies Unani berhasil mengawinkan emas nomor lari 100 meter bersama Franklin Ramses Burumi. Yang juga merupakan atlet berdarah Papua. Terbaru, Serafi mengikuti PON XX yang digelar di Papua sebagai perwakilan Jawa Timur (Jatim). (*)